Fabel Kancil dan Buaya
Pada suatu hari yang cerah di dalam hutan, hiduplah seekor kancil yang terkenal akan kecerdasannya. Ia adalah hewan kecil yang lincah dan selalu waspada. Suatu siang, saat matahari bersinar terik dan udara sangat panas, Kancil berjalan perlahan-lahan di hutan karena ia merasa sangat haus.
Ia terus berjalan hingga tiba di tepi sungai. Air di sungai itu tampak segar dan jernih. Namun Kancil tahu bahwa sungai itu dipenuhi oleh buaya-buaya yang sangat lapar. Ia tak bisa begitu saja menyelam ke sungai atau menyeberang, karena bisa jadi dirinya akan langsung menjadi santapan lezat para buaya.
Kancil pun duduk di pinggir sungai sambil berpikir keras. Ia berkata pada dirinya sendiri, “Jika aku menyeberang begitu saja, pasti aku akan diterkam oleh buaya. Tapi aku harus menyeberang, karena buah-buahan yang kuinginkan ada di seberang sana.”
Tiba-tiba, muncullah ide cemerlang di kepala Kancil. Ia lalu berdiri dan berteriak keras-keras ke arah sungai.
“Hai buaya! Dengarkan aku! Aku datang membawa kabar penting dari Raja Hutan!”
Beberapa ekor buaya muncul di permukaan air. Salah satu dari mereka, yang paling besar, mendekati Kancil dan berkata, “Apa maksudmu datang ke sini dengan suara keras, Kancil? Bukankah kamu takut pada kami?”
Kancil dengan tenang menjawab, “Tentu tidak, karena aku datang membawa kabar baik. Raja Hutan akan membagikan daging segar kepada semua buaya. Namun, sebelum membagikannya, beliau ingin mengetahui jumlah pasti dari semua buaya yang tinggal di sungai ini.”
Buaya-buaya mulai tertarik. Mereka sangat menyukai daging segar, dan kesempatan seperti ini sangat jarang terjadi.
Kancil melanjutkan, “Aku ditugaskan menghitung jumlah kalian. Tetapi agar aku bisa menghitung dengan akurat, kalian harus berbaris dari pinggir sungai ini hingga ke seberang, agar aku bisa melompat di atas punggung kalian satu per satu sambil menghitung.”
Tanpa curiga sedikit pun, buaya-buaya segera setuju dan mulai menyusun diri membentuk barisan panjang dari tepi ke tepi sungai. Mereka mengambang di air, saling berdempetan satu sama lain, siap menjadi jembatan hidup bagi si Kancil.
Kancil tersenyum puas. Ia berkata, “Baiklah, aku akan mulai menghitung.”
Kemudian Kancil melompat ke atas punggung buaya pertama, lalu ke buaya kedua, ketiga, dan seterusnya. Sambil melompat, ia menghitung dengan suara keras:
“Satu… dua… tiga… empat… lima…”
Buaya-buaya merasa bangga karena dianggap penting oleh Raja Hutan. Mereka diam dan tenang agar perhitungan berjalan lancar. Sementara itu, Kancil terus melompat dari satu punggung ke punggung lain hingga akhirnya ia tiba di seberang sungai.
Sesampainya di tepi seberang, Kancil melompat ke tanah dengan lincah. Ia berbalik menghadap ke arah buaya-buaya dan tertawa terbahak-bahak.
“Wahai buaya-buaya bodoh! Kalian pikir Raja Hutan akan memberikan daging? Tidak! Aku hanya butuh menyeberang sungai tanpa dimangsa! Terima kasih karena kalian sudah jadi jembatanku! Hahaha!”
Mendengar itu, buaya-buaya marah luar biasa. Mereka menggeram dan mengepalkan rahang mereka di air. Namun, semua sudah terlambat. Kancil sudah berada di tempat yang aman, jauh dari jangkauan mereka.
Sambil berjalan ke hutan mencari buah-buahan segar, Kancil masih tersenyum puas. Ia berhasil selamat dengan kecerdikannya. Sementara buaya-buaya hanya bisa menggerutu di dalam sungai, merasa malu karena tertipu oleh hewan kecil yang cerdik itu.
Komentar
Posting Komentar